Minggu, 03 April 2016

Bob Marley


Bob Marley  

Dari St. Ann Parish ke Pucuk Dunia

 

Sulitnya keadaan sosial dan ekonomi yang menerpa Jamaika, tidak membuat Bob Marley yang saat itu hidup dalam kemiskinan menyerah begitu saja. Hal ini bisa kita rasakan dari karya-karya ikon reggae legendaris ini. Karya nan penuh irama perjuangan, harapan dan kebebasan. Lahir pada tanggal 6 Februari 1945, di St. Ann Parish, Jamaika, pemilik nama lengkap Robert ’’Nesta” Marley ini, bisa dibilang orang yang paling berperan dalam mempopulerkan musik reggae kepada dunia.

Bob Marley terinspirasi bermain gitar dari teman semasa kecilnya Neville ’’Bunny O’Riley Livingston”, yang juga merupakan saudara angkatnya. Keduanya pindah ke Kingston pada akhir 1950 dan tinggal di Trench Town, salah satu daerah paling miskin di kota itu. Meskipun demikian, Trench Town Juga dikenal sebagai distirk yang menghasilkan musisi lokal terbaik di Jamaika. Hal yang paling disukai Bob Marley dari tempat itu adalah, dia bisa mendengarkan musik-musik luar negeri melalui radio dan jukebox disana. Dia sangat menyukai musisi seperti Ray Charles, Elvis Presley, Fats Domino, dan The Drifters
.
Marley dan Livingston menghabiskan banyak waktunya untuk bermusik. Dibawah ajaran dari veteran pop Jamaika, Joe Higgs, Marley mengembangkan kemampuan bermain gitar dan bernyanyinya. Disana juga dia bertemu salah satu murid dari Higgs, Peter Macintosh (Peter Tosh), yang nantinya menjadi orang yang berperan penting dalam karir Bob Marley.

Sebelum membentuk grup, Bob Marley sempat mengeluarkan beberapa lagu dibawah produser rekaman lokal, Leslie Kong, salah satu singlenya adalah ‘Jugde Not’ dirilis pada 1962. Awal karir sebagai penyanyi solo, diawali dengan tidak berjalan lancar hingga akhrinya dia menemukan kesuksesan saat membentuk “The Wailing Wailers”, bersama Livingston, dan Tosh pada 1963.

Dengan bertambahnya personil baru, Junior Braithwaite, Beverly Kelso dan produser Coxsone Dodd awal kepopuleran The Wailers dimulai saat merilis single pertama yang berjudul ‘’Slimmer Down’ yang sangat digemari di Jamaika, bahkan berhasil mendapatkan posisi puncak pada Top of The Jamaican Charts pada 1964. Ditengah kesuksesannya, The Wailers harus ditinggalkan oleh kedua personilnya, Braithwaite dan Kelso pada tahun 1965 karena masalah finansial. Marley, Livingston dan Tosh melanjutkan grup itu sebagai trio dan meraih kembali kepopuleran mereka melalui single ‘Rude Boy’. Namun lagi-lagi The Waliers kembali mendapatkan masalah, saat mereka hanya mendapatkan sedikit bahkan tidak sepeserpun royalti, dari lagu tersebut. The Wailing Wailers resmi bubar pada 1966.


Bob Marley yang telah menikah dengan dengan Rita Anderson pada Februari 1966 memutuskan pergi ke Amerika Serikat. Selama delapan bulan dia bekerja sebagai buruh pabrik di Newark, Delaware. Marley yang merasa masih mencintai dunia musik, memutuskan kembali ke Jamaika dan menghidupkan lagi The Wailers bersama Livingstone dan Tosh. Pada masa ini, Bob Marley secara spiritual maupun politik telah mendalami ketertarikannya terhadap Rastafarian dan akhirnya memilih Rastafarian menjadi ’’kepercayaan” yang dianutnya. The Wailers pun memantapkan diri untuk mendedikasikan karya – karya mereka untuk Rastafarian.

Akhirnya pada 1969, The Wailers memmulai kembali perjalanannya dibawah arahan “Lee Scratch” Perry dan menambahkan dua personil baru yakni Aston Barret untuk mengisi bass dan Carlton Barret sebagai pemain drum. Beberapa lagu yang mereka rilis bersama dengan Perry sebagai produser seperti, ‘Trench Town Rock’, ‘Soul Rebel’ dan ‘Four Hundred Years’ berhasil menjadi populer di Jamaika.

Seakan tidak ada habisnya, kemalangan lagi- lagi menimpa Bob Marley dan The Wailers. Keadaan label rekaman Jamaika yang saat itu sedang surut, memaksa Perry harus menutup labelnya dan memutuskan kerjasama dengan The Wailers. Mereka lalu mendirikan label indie bernama Tuff Gong pada 1971, dimana usahanya kembali mendapat kendala karena Livingstone dipenjara dan Marley saat itu sedang sibuk dengan projek pembuatan soundtrack film bersama Johnny Nash di Swedia. Bersama John Nash, Bob Marley merilis beberapa lagu terkenal seperti, ‘Stir It Up’ dan ‘Guava Jelly’.

Ditahun 1972, The Wailers yang sudah kembali aktif bermusik, mendapatkan produser baru, Chris Blackwell. Dibawah label Island Records, The Wailers merilis album yang diberi Judul ’’Catch A Fire”. Album ini sukses mendapatkan hasil positif di pasaran dan merupakan album pertama The Wailers yang didistribusikan di luar Jamaika. Melanjutkan kesuksesannya, musik The Wailers pun semakin dikenal dunia setelah mengeluarkan album kedua ’’Burnin”  pada 1973 dan salah satu lagunya ‘I Shot The Sherrif’ di cover oleh Eric Clapton ditahun selanjutnya. Mereka kemudian melakukan tur di Amerika Serikat dan Inggris sebagai band pembuka dalam konser Bruce Springsteen dan Sly & The Family Stones. Sayangnya, ditengah kepopuleran The Wailers yang sedang beranjak, Tosh dan Livingstone pergi dari grup tersebut untuk berkarir sebagai penyanyi solo.

Ditinggal kedua sahabatnya, Bob Marley kembali melanjutkan The Wailers dengan menggandeng grup vokal trio, The I-Threes (Istri Bob Marley, Rita, tergabung didalamnya). Dengan nama baru Bob Marley and The Wailers, mereka melakukan tur ke benua Eropa, Amerika, Afrika, dan menjadi sangat terkenal. Selama beberapa tahun, Bob Marley and The Wailers menghasilkan banyak lagu yang populer seperti, ’No Woman No Cry’ (1975), ‘Waiting In Vain’ (1977), ‘Jamming’ (1977), ‘Is this Love’ (1978, ‘Redemption Song’ (1980) serta ‘Could You Be Loved’


Kehidupan Bob Marley setelah namanya mendunia, tidaklah lepas dari masalah yang kembali menimpanya. Maley yang dikenal sering membicarakan pada publik mengenai protes terhadap perang dan pemerintah, isu-isu politik bahkan kepercayaan, seringkali mendapatkan percobaan pembunuhan. Kejadian yang paling memilukan terjadi pada 3 Desember 1976, ketika Bob Marley dan istri menderita luka tembak, serta tewasnya sang manajer, Don Taylor akibat penyerangan sekelompok orang bersenjata, saat The Wailers sedang latihan untuk konser di Kingston National Park. Setelah Insiden penyerangan, konser tersebut tetap diadakan dua hari kemudian. Setelah menyelesaikan konser, Bob Marley pergi meninggalkan Jamaika dan tinggal di Inggris.

Tahun 1977, Bob Marley yang menetap di Inggris, merilis album ’’Exodus” dan menjadi hits, beberapa lagunya pun masuk kedalam U.K Top Charts dan bertahan selama hampir satu tahun. Album tersebut, hingga sekarang masih dianggap salah album terbaik yang pernah dibuat. Di tahun yang sama pada bulan April, Marley harus menjalani perawatan pada jempol kaki kanannya yang terluka saat bermain sepak bola. Saat diperiksa, Marley ternyata mengidap penyakit “Melanoma (semacam sel kanker)”, yang berada dibawah kuku jempolnya. Dokter menyarankan bagian jempol tersebut segera diamputasi agar kankernya tidak menyebar. Namun, Bob Marley menolak amputasi tersebut karena menurut ajaran Rastafarian yang dianutnya, amputasi merupakan hal yang dilarang.

Berperang dengan kanker yang dideritanya, Bob Marley tetap melanjutkan karirnya di dunia musik. Bob Marley and The Wailers kemudian merilis album “Uprising” pada 1980 dan melakukan tur keliling Eropa. Sayangnya, grup itu batal melanjutkan konser mereka di Amerika Serikat, akibat kondisi kesehatan Bob Marley, yang semakin memburuk akibat kanker yang sudah menyebar ke tubuhnya. Dia kemudian dibawa ke Jerman dan menjalani pengobatan selama beberapa bulan

Marley yang divonis hidupnya tidak akan lama lagi oleh dokter, berencana untuk pulang ke kampung halamannya di Jamaika. Namun dia tidak berhasil menempuh perjalanan, dan Bob Marley akhinya meninggal di Miami, Florida, pada tanggal 11 May 1981 pada usia 36 tahun.
    
   

 

Tidak ada komentar: