Reggae dan Jatuh Bangun Seorang Tepenk
Saat
kelas 2 SMA dia memutuskan Exodus dari Pekanbaru menuju Jakarta, setelah
meminta restu orangtuanya ia diberikan lampu hijau untuk melanjutkan
studi ke ibukota. Langkah ini ia ambil lantaran tekad yang kuat ingin
berprofesi menjadi seorang musisi tulen di Indonesia. Lewat modal nekat,
alhasil ia berangkat sendiri menuju Tanjung Duren, karena pada waktu
itu yang ada dalam benaknya ialah hanya ingin melanjutkan karir untuk
ngeband.
Menurut
dia di kota kelahirannya Pekanbaru pada saat itu cukup banyak kendala,
khususnya untuk merekam suatu karya musik. Terutama disana biayanya
cukup mahal, apalagi saat itu belum terdapat sistem digital musik
recording seperti saat ini. Melainkan, musisi yang hendak rekaman bikin
album wajib menggunakan pita untuk produksi recording sistem analog.
Ia adalah Steven Nugraha Kaligis atau
lebih dikenal publik saat ini dengan sapaan Tepenk, talenta musik ini
telah ia asah sedari SMP, saat itu ia sangat menggemari The Beatles, The
Rollingstones hingga Metallica yang kerap ia nyanyiakan saat pensi.
Bakat musiknya pun menurun dari kedua orang tuanya. Sang Ayah merupakan
seorang drummer dan Ibunya adalah penyanyi, mereka adalah musisi bar
yang membawakan lagu-lagu top 40 dan kerap mengisi acara-acara musik
hingga ke Singapura. Hingga pada suatu hari mereka menikah. Steven
merupakan anak kedua dari 5 bersaudara dari pasangan musisi ini.
Setelah lulus SMA dia melanjutkan studi
ke perguruan tinggi Atma Jaya, disini Tepenk tidak sampai tamat. Lalu
segera memutuskan untuk pindah kampus ke Universitas Borobudur, Jakarta
Timur. Disini merupakan fase-fase awal Tepenk untuk menekuni bakatnya
menjadi seorang anak band. Dia bekerja menjadi seorang penjaga studio
musik di daerah Pondok Kelapa dan tinggal di mess studio tersebut. Kakak
dari penyanyi Micky Afi itu harus melakukan pekerjaan sebagai penjaga
studio lantaran subsidi dari orang tuanya saat itu sudah dihentikan,
yang terfikir olehnya adalah survive hidup di Jakarta.
“Gue musti tanggung jawab dan jaga studio
waktu itu, kerena lumayan dapet jatah Rp.1000 per nyatet schedule klo
ada yang booking studio hahaha.. pas tahun 1997-1998 duit segitu lumayan
juga. Tiap ada yang booking studio lewat telepon gue yang angkat dan
langsung gue tulis nama Steven di board schedule. Kalo weekend bisa
nyari job laen juga, gue biasanya ngangkat-ngangkat sound, dsb.
Iseng-isengnya kalo job penjaga studio lagi role gue pilih ngamen juga
di By Pass, Komdak, UI Salemba hingga Pulo Gadung, semuanya buat
tambahan dana kuliah, walaupun akhirnya gue berhenti kuliah dan lebih
memilih ngeband aja deh. Gue pilih nyebrang dan gue akan tanggung
resikonya sendiri!,” ungkap Tepenk .
Di studio
daerah Pondok Kelapa inilah, ihwal Tepenk mengawali pertemuan dengan
Erwin & Bores. Mereka rekan sejawat di band Scope. Mulai rutin
ngeband bareng dan tampil di beberapa event musik juga kelab membawakan
lagu-lagu band trash metal seperti Korn, Rage Againts The Machine hingga
lagu-lagu Seattle Sound yang saat itu sedang mewabah di generasi muda
Jakarta.
Periode
1999 Tepenk mulai produktif menulis lirik dan konsen mengkreasikan
musiknya bersama Scope, salah satunya ia menulis lirik ‘Bunga Mimpi’
yang masuk di album debut Scope Proses pada tahun 1999. Tahun itu dia
bertemu Riko Murry yang membantu Scope untuk line up drum.
Seperti
Tepenk akui saat itu Riko sangat banyak membantu Scope termasuk untuk
masuk ke Billboard, band beraliran Alternative Rock tersebut mulai
produktif menelurkan karya-karya demo musiknya. Alhasil Scope di kontrak
dengan durasi selama 3 tahun dan menelurkan 3 album hingga tahun 2003.
Lantas
kerjasamanya dengan Riko berakhir pasca album pertama, kedua pihak
sepakat tidak bisa melanjutkan bermusik lagi dengan alasan berbeda arah
(konsep) dalam menciptakan lagu-lagu. Scope akhirnya mendapatkan drummer
baru yakni Gocay Aci, yang Tepenk akui pada album kedua ini enerjinya
beda lagi, salah satu hits yang meledak pada saat itu adalah ‘Over
Dongo’ di tahun 2001-2002 lewat album Bergerak
“Gue
selalu mencari scene reggae supaya nyelip 1 lagu di setiap albumnya
Scope. Walaupun pada saat itu gue dengerinnya musik rock, tetapi gue
nontonnya malah musik reggae atau sebaliknya. Nah disini gue kenalan
sama Tony Q Rastafara dan mengajak beliau buat kerjasama kontribusi di
lagu ‘Nyantai’. Tony Q adalah seorang musisi hebat yang pasti dia gak
perlu beradaptasi lagi ke Reggae,” tambahnya.
Pada
album ketiga Boneka, Scope turut menjalin kerjasama dengan Imanez di
lagu ‘Gue Fallin’, menurut Tepenk, almarhum itu merupakan musisi tulen
yang memang pure (tulus). Ia adalah seorang musisi besar yang engga
sok-sokan, karena gue di industri musik saat itu baru, sementara beliau
udah kapalan. Imanez memberi makna pelajaran baru dan gue liat sosok
dengan cara kerja yang profesional. Dia tampil all out sampe gue bingung
mau kasih upah berapa.
Saat itu
Imanez ngeluarin soundnya dan maen gitar di lagu ini, sementara saat itu
rekaman lagu masih pake sistem analog recording, jelas ini di luar
ekspektasi gue, beliau sangat jenius. Bener-bener terinfluence dengan
cara kerja profesionalnya walaupun gue engga setongkrongan” kata
penyanyi kelahiran 3 Januari 1975 itu.
Berada
pada titik puncak ketenaran, justru Scope diterpa badai yang sangat kuat
sehingga band ini pun dinyatakan musti vakum. Disaat kontraknya scope
belum rampung justru di putus semena-mena oleh pihak label, yang
menurutnya itu pun dengan alasan yang tidak logis.
“Saat itu gue sampai jual mobil hingga
sound-sound systemnya dan harus memulai semua ini dari awal lagi. Ya
udah... gue mulai rutin ngamen lagi deh di bis kota jurusan Bulungan dan
saat itu ada aja orang yang kenal muka gue pas ngamen.. (lho kan mas
yang ngeband di televisi itu ya!) dan gue menerima itu semua bukan
sebagai hinaan, justru pecutan karena pada saat itu orangtua di
Pekanbaru taunya gue disini udah mapan. Nyatanya gue harus tetap survive
lagi walupun nyari kebutuhan loncat dari bis kota ke bis kota buat cari
makan” ungkap penyanyi berambut gimbal itu.
Dia harus membangun karir lagi, saat itu
Erwin & Bores rekanan nya di band Scope telah tergabung bersama band
Kunci. Selama 2 tahun itu saat job kosong Steven mulai mencoba
menciptakan lagu-lagu Reggae seperti ‘Mendingan’ dan ‘Welcome to My
Paradise’ dan ia perdengarkan ke sahabatnya Delta Agung. Diluar dugaan
Delta justru fully support sama musik Reggae yang Tepenk buat dan
menyulap Wisma Relasi menjadi sebuah tempat rekaman musik hingga bisa
disebut juga sebagai tempatnya management musik, yang terletak di daerah
Kebon Jeruk.
Tahun2004 -2005 adalah tahun dimana
Steven mulai sibuk mencari line up player hingga distribusi album untuk
projek solonya itu. Tekad yang kuat untuk membuat album reggae pun ia
wujudkan dengan merilis album perdananya yang bertajuk The Other Side.
Itulah yang menjadi album pertama Steven & Coconut Treez, banyak
dibantu juga oleh kontribusi dedengkot Reggae Indonesia Tony Q Rastafara
dalam proses pembuatan album itu. Turut dibantu pula oleh musisi
seperti Luthfi Cozy Republik, Aray Daulay, Pakcik Roy, Agung Gimbal,
Richard, Jimmy Pitstop dan masih banyak lagi.
Meski demikian Tepenk juga tidak terlepas
dari persoalan pasar, saat itu faktanya musik reggae cukup sulit untuk
menembus industri musik tanah air. Ia harus blusukan menawarkan albumnya
ke label-label industri musik untuk mendobrak pasar dan melawan genre
yang sedang populer di Indonesia. Menurutnya waktu itu industri musik
Indonesia cukup meremehkan keberadaan musik reggae. Lewat lagu berbahasa
Inggris ‘Welcome to My Paradise’ yang di plot sebagai hits andalan pada
album pertama, ternyata mampu menggemparkan pasar industri musik di
tanah air hingga mendunia.
“Album The Other Side itu sebuah konsep
solo dengan breakthru’ nya gue dalam artian buah perjuangan, ejakulasi
gue di album debut ini adalah buah dari nilai-nilai perjuangan. Gue
punya niat lalu Delta Agung yang support, karena Delta itu gak ada
tendensi bisnis, pure karena kawan. Itu pun berlaku buat semua band yang
jadi. 70% mereka sukses karena faktor luck dan 30% nya lagi karena
faktor skill juga ketekunan bermusik” kata Tepenk melanjutkan ceritanya.
Kesepakatan untuk mengganti Steven &
Coconut Treez dari konsep solo menjadi sebuah band justru baru
diwujudkan pada tahun 2006. Saat itu Coconut Treez resmi beranggotakan
Teguh (gitar), Aray (gitar), Rival (Bass), Iwano (Keyboard), Gocay Aci
(Drum) dan Opa Teddy (Bongo) dan mayoritas personilnya saat itu cukup
banyak berkontribusi mengisi instrumen musik pada album kedua Easy
Going.
“Coconut Treez itu adalah sekumpulan
manusia jenius, gila dan nilai kekeluargaannya lebih di depan dari pada
ego masing-masing. Pohon kelapa (Coconuttrezze) itu masih berjalan dan
itu gak mungkin mati. Walaupun setiap orang kan punya keinginan yang
musti dijalanin dan setiap orang punya mimpi dan tentunya kita saling
support disini” kata Tepenk mengenai Coconut Treez.
Tidak lama setelah melepas album ketiga
Good Atmosphere di tahun 2008, Tepenk menyebutkan setinggi-tingginya
bendera kapal pada saat itu pasti badainya akan jauh lebih besar.
Menurutnya jika lolos dari rintangan pada album ketiga ini pohon kelapa
bisa aman berjalan sampai kini. Selang satu tahun pasca keluarnya album
tersebut, beberapa personilnya memutuskan untuk bersolo karir.
Diantaranya adalah Aray Daulay lewat Released By Reality (2009) dan
Rival Himran Pallo dengan Life Goes On (2009). Saat itu hanya tinggal
Steven sendirian yang dalam kondisi pengangguran, dia anggota
Coconuttrezze yang paling akhir untuk memiliki band baru saat itu,
hingga di tahun 2009 akhirnya Tepenk membentuk Steven Jam.
“Walaupun disaat itu gue akhirnya
menentukan Coconut Treez musti vakum dan itu gila karena kalo di jalanin
saat itu bisa lebih berantakan. Peluang gesekan lebih gede, malah bisa
bubar sekalian. Karena kekeluargaan yang bagus pada band ini, kalo reuni
kan enak. Pasti ada kangen-kangenannya, saat rasa kangen itu datang kan
enak kalo ngeband lagi. Kesepakatan untuk vakum ini rata dan disepakati
juga sama tiap personil lainnya” ungkapnya.
Pada tahun 2010 Steven Jam berhasil
menelurkan album pertama lewat Feel The Vibration yang lebih kurang
berisi sekitar sebelas lagu dengan nuansa yang lebih fresh. Di dalam
Steven Jam mayoritas diperkuat oleh addtional player, dia tetap
menggandeng Teguh (Tege Dreads), rekan lamanya di Steven & Coconut
Treez yang berperan sebagai lead gitar di band Steven Jam.
“Steven Jam ini enerjinya beda lagi alias
positive energy, comfortnya beda, polanya gue. Musti gue gawangin lagi
dan gue butuh ekstra enerji untuk recording, promo dan lain-lain. Gue
nemuin maenan yang musti gue kulik lagi dalam artian pembelajaran lagi
dan meningkatkan point individu. Gue harus ngalamin explorasi yang lebih
ganas lagi dan itu adalah multi orgasme” ungkap tepenk mengenai proyek
Steven Jam ini.
Dalam waktu dekat ini rencananya Steven
Jam akan mengumumkan peluncuran album kedua. Album yang ia garap dengan
penuh perjuangan. Pada saat proses rekaman album terbarunya itu,
alih-alih harddisk miliknya hilang, yang berisi total lebih kurang 40
lagu yang sudah di guide hingga musik-musik yang sudah siap bungkus atau
tinggal naik ke proses mastering.
Tentunya lewat proses yang begitu penuh
perjuangan, kawanan Steven Jam cukup ingin merasakan hembusan enerji
dari album baru ini. Karena hal tersebut, Tepenk berharap kepada
pihak-pihak tertentu untuk membatasi maraknya aksi pembajakan lagu.
Walaupun menurutnya, ada sisi positifnya juga sebagai media promosi
hingga ke pasar terendah.
Tapi tetap hal ini harus ada batasnya,
lebih arif rasanya jika tetap mensupport karya musisi lokal dengan
membeli cd aslinya, tidak yang kreasi bajakan. Yoo Man!!
Posted By : Rosi As